Vita In Here

NOVITASARI
3EA10

Kamis, 07 April 2011

TUGAS KOMPUTERISASI LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN - KUK

NAMA : NOVITASARI
KELAS :3EA10
NPM : 10208909

KREDIT USAHA KECIL
Krisis moneter yang berawal pada bulan Juli 1997, sangat mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Awal krisis yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah yang parah (severe currency depreciation), krisis likuiditas (liquidity crunch), suku bunga yang tinggi (high interest rates) dan kegagalan sektor financial (financial sector failures) mempengaruhi secara signifikan kegiatan operasi perusahaan, baik perusahaan berskala besar, menengah maupun usaha kecil. Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan operasional akibat meningkatnya suku bunga dan melemahnya nilai tukar. Selanjutnya, kondisi ini diperburuk dengan adanya penciutan pasar yang berdampak pada perusahaan, sementara produksi terganggu kontinuitasnya akibat meningkatnya harga bahan baku produksi.

Kondisi ini menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam pembayaran utang (loan default), dan kemudian menjurus pada kesulitan keuangan (financial distress). Kesulitan pembayaran utang dan kesulitan keuangan tersebut menyebabkan banyaknya perusahaan-perusahaan yang collapse, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sektor usaha kecil memiliki peran yang cukup besar dalam keseluruhan pembangunan ekonomi bangsa. Pada tahun 1998, jumlah pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) mencapai 99,8% dari total pelaku ekonomi kita, sementara sisanya, yaitu hanya 0,2% merupakan pelaku usaha besar. Dengan demikian mayoritas pelaku ekonomi kita adalah usaha kecil dan menengah. Di samping itu, sektor ini juga menyerap 88,3% total angkatan kerja Indonesia. Dari keseluruhan unit usaha kecil, 54% di antaranya bergerak di sektor pertanian, 23% di sektor perdagangan dan 10,6% adalah unit usaha industri olahan (Indra Ismawan, “Alternatif Pemberdayaan Usaha Kecil”: Usahawan April 2002). Dari sisi jumlah unit dan penyerapan tenaga kerja, sektor usaha kecil ini
mendominasi aktivitas perekonomian Indonesia. Namun, dari sisi kontribusinya terhadap PDB masih relatif kurang.

GROUP
Number of account
DEBTORS
AMOUNT
%
Retail (< IDR 1 billions)
206.533
167.394
96,4
SME (IDR 1 billions-<IDR 5 billions)
5.769
2.039
1,1
Commercial (IDR 5 billions-<IDR 50
billions)
6.573
1.916
1,2
Corporate (IDR 50 billions - <IDR 100
billions)
11.975
2.268
1,3
Total
230.850
173.617
100,0

UKM adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, memiliki modal antara Rp 1 Miliar – 5 Miliar (definisi BPPN), dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Krisis moneter yang terjadi tersebut menimbulkan banyaknya UKM yang gulung tikar atau mengalami kesulitan dalam mencicil atau melunasi kreditnya. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kredit macet UKM yang ada di BPPN sebanyak 2.039 UKM. Melihat dari cukup banyaknya UKM di Indonesia yang notabene mempengaruhi perekonomian Indonesia, maka terlihat bahwa UKM merupakan jenis usaha yang patut diperhatikan.
Proses pengembangan UKM ini otomatis membutuhkan pendanaan yang banyak, sehingga banyak UKM yang melakukan financing melalui kredit bank, baik Bank Pemerintah maupun Bank Swasta. Tetapi seiring dengan itu, akibat krisis moneter yang melanda Indonesia menyebabkan banyaknya UKM yang mengalami kredit bermasalah pada bank.

Banyaknya UKM yang mengalami kredit bermasalah merupakan fenomena yang membutuhkan pemikiran matang dalam mencari jalan keluar karena apabila tidak segera dicari jalan keluar, maka banyak UKM yang collapse sehingga mengakibatkan banyaknya pemutusan hubungan kerja. Selain itu, kredit macet yang tidak segera diselesaikan akan mengganggu kinerja kreditur.
Kredit macet (Non Performing Loan), adalah kredit yang tidak mampu untuk dilunasi oleh debitur, baik bunga maupun pokoknya. Kredit macet biasanya disebabkan oleh adanya kesulitan keuangan yang dialami debitur akibat meningkatnya beban bunga dan pokok. Penyelesaian kredit macet dapat dilakukan melalui pendekatan litigasi (hukum) dan pendekatan non-litigasi atau out of court settlement. Pendekatan litigasi akan menyerap biaya yang cukup besar (costly) serta memakan waktu yang cukup lama karena adanya proses hukum. Sedangkan pendekatan non litigasi menyerap biaya yang relatif lebih kecil (costless) serta memakan waktu yang relatif lebih singkat. Upaya penyelesaian non-litigasi dapat ditempuh melalui proses mediasi.
Mediasi atau asistensi adalah proses untuk menengahi masalah antara debitur dan kreditur akibat adanya kesenjangan informasi (asymetric informations). Asistensi akan mengantarkan debitur ke meja perundingan dengan kreditur dalam rangka penyelesaian kredit macet yang saling menguntungkan kedua belah pihak baik kreditur (utangnya dapat ditagih) maupun pihak debitur (keberlangsungan usaha dapat dipertahankan). Rancangan kebijakan restrukturisasi kredit UKM merupakan bentuk upaya pemerintah memberikan penegasan hukum akan arti penting restrukturisasi kredit macet UKM. Hal ini terjadi dengan pertimbangan bahwa UKM memiliki kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dengan kelemahan yang dimiliki UKM dalam hal administrasi keuangan dan manajemen profesional, maka upaya restrukturisasi kredit macet bagi UKM oleh perbankan seringkali menghadapi kendala. Pemahaman yang kurang tepat pada UKM mengenai makna ekonomis usaha dan dampaknya bagi kreditur dalam kaitannya dengan upaya restrukturisasi kredit macet UKM menimbulkan wacana rasa tidak adil bagi UKM.
Fenomena ini mengakibatkan munculnya wacana tentang perlunya kebijakan pemerintah mengenai restrukturisasi kredit UKM. Selain itu, dalam upaya mendukung restrukturisasi kredit UKM berdasarkan kebijakan pemerintah yang nantinya akan terbit mengenai restrukturisasi kredit UKM tersebut, maka pemerintah juga perlu melakukan pendampingan bagi UKM dalam restrukturisasi kreditnya dengan bank dan pihak relevan lainnya. Sosialisasi mengenai kebijakan tentang restrukturisasi kredit UKM dan petunjuk
pelaksanaannya serta kebijakan pendampingan, diperlukan agar pemahaman mengenai kebijakan Pemerintah mengenai restrukturisasi kredit UKM dan pendampingannya dapat terdistribusi dengan baik pada semua pihak yang terkait seperti UKM, asosiasi UKM, bank, pembina UKM, dan lainnya. Pada akhirnya diperlukan sebuah konsep best practice mengenai penyelesaian kredit bermasalah UKM dan penyehatan usaha UKM. Tujuan akhir dari semua upaya ini adalah dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional melalui penyelesaian segera masalah kredit macet UKM, agar baik bagi kreditur maupun debitur dapat segera meningkatkan kinerjanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar